Para pengrajin gula merah di Desa Besan, Kabupaten Klungkung, diresahkan dengan beredarnya gula oplosan di pasaran. Bentuk gula oplosan ini dibuat sama persis dengan gula khas Besan, dan dijual sangat murah. Hal ini membuat mereka merasa merusak harga gula khas Besan yang menjadi komoditi andalan warga setempat.
1. Gula oplosan ini membuat harga jual di pasaran menjadi anjlok
Pengrajin gula merah khas Desa Besan, Ni Nyoman Surati, menjelaskan mengaku resah atas beredarnya gula oplosan di pasaran. Bahkan ada warga lokal di Desa Besan yang ikut mengoplos gula merah itu untuk meraup keuntungan. Biasanya pengoplos ini memanfaatkan kemasyuran nama gula merah khas Besan Dawan.
“Gula merah oplosan banyak beredar di pasaran. Mereka menjualnya dengan nama gula Besan, dan kami pengrajin gula asli Besan sangat dirugikan dengan hal ini. Selain merusak harga pasar, citra gula Besan yang sudah sangat terkenal dengan kelezatannya juga rusak karena hal ini,” jelas Surati, Senin (16/9).
Semenjak beredarnya gula merah khas Besan oplosan tersebut, harga gula merah khas Besan pernah anjlok. Gula merah khas Besan oplosan di pasaran dijual Rp13 ribu sampai Rp15 ribu per kilogram. Hal ini membuat harga gula merah khas Besan yang dibuat warga lokal secara tradisional menjadi anjlok dari Rp25 ribu per kilogram menjadi Rp20 ribu per kilogram.
2. Cara membedakan gula oplosan dengan khas Dawan
Mereka mendatangkan gula aren dari luar Bali yang berbentuk silinder. Lalu gula itu dimasak kembali, dan dicetak hingga bentuknya sangat menyerupai gula merah khas Besan. Saat dijual pun, gula oplosan itu menggunakan embel-embel gula merah khas Besan.
Meski dari segi fisik sangat mirip dengan gula lokal Besan, gula merah oplosan yang beredar di pasaran memiliki rasa, warna dan tekstur yang jauh berbeda dibandingkan gula merah lokal yang dibuat oleh warga di Besan. Gula merah oplosan cenderung berwarna cokelat lebih gelap, dan mengilat seperti berminyak. Sementara, gula merah khas Dawan berwarna lebih cokelat kekuningan.
“Gula merah oplosan memiliki tekstur keras. Rasanya pun agak hambar, tidak terlalu manis dan cenderung asin. Sementara, jika gula lokal khas Besan memiliki tekstur yang lembut, lunak dan terkenal dengan rasa manisnya yang khas,” jelasnya.
3. Belum ada regulasi yang melindungi produk UMKM lokal pengrajin gula Besan
Perbekel Besan, Ketut Yasa, mengatakan hingga saat ini hanya tersisa 15 orang pembuat gula merah secara tradisional di Desa Besan. Padahal dahulu, pengrajin gula dapat ditemui di setiap Kepala Keluarga (KK).
“Kendalanya sekarang, sudah tidak banyak yang bisa menyadap nira kelapa untuk bahan baku gula,” ungkap Wayan Yasa.
Terkait beredarnya gula oplosan, pihaknya mengaku tidak dapat berbuat banyak. Mengingat saat ini belum ada regulasi yang dapat melindungi produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal masyarakat Besan.
“Bahkan ada pula warga di Desa Besan yang membuat gula oplosan tersebut. Bahkan warga tersebut sempat dipanggil ke Kantor Desa, saat ada protes warga. Tapi kami tidak punya regulasi terkait hal itu. Apalagi sama-sama cari makan,” ungkapnya. (berita ini dikutip dari kompasiana.com)