Islam mengajarkan kita didalam mencari rezeki, setiap muslim harus memegang prinsip kehalalan dan keberkahan. Untuk menjamin kehalalan rezeki yang kita peroleh, setidaknya ada dua syarat yang harus dipenuhi, pertama adalah substansi rezeki yang kita peroleh bukan termasuk hal-hal yang diharamkan (al-muharromat). Kedua adalah tentunya rezeki yang diperoleh harus halal, untuk mendapatkan rezeki yang baik hendaknya proses yang dilakukan dengan menggunakan cara-cara yang halal. Rezeki yang halal tetapi dalam perolehannya melalui proses yang haram, maka ia juga menjadi haram. Oleh, karena itu setiap muslim harus memahami unsur-unsur apa saja yang membuat rezeki menjadi haram. Dalam ajaran Islam rezeki menjadi haram jika didalamnya terdapat unsur-unsur berikut :
< Pertama terdapat tindakan mendholimi hak-hak orang lain.
< Kedua terdapat unsur-unsur ribawi dalam proses pengelolaannya. Yang lazim terjadi di masyarakat adalah jenis riba ad-duyun yaitu menetapkan bunga melebihikan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase dari jumlah pinjaman pokok.
< Ketiga adanya unsur Gharar yaitu jenis jual beli yang mengandung unsur penipuan karena tidak ada kejelasan atau kepastian suatu barang baik dari segi harga, kualitas dan kuantitas bahkan keberadaannya. Rasulullah sangat melarang praktek riba sebagaimana sabda beliau :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata, “Rasulullah telah mencegah (kita) dari (melakukan) jual beli (dengan cara lemparan batu kecil) dan jual beli barang secara gharar.” (Shahih: Muktashar Muslim no: 939)
< Keempat adalah praktek rsywah/suap. Ibnu Hajar AL Asqalani di dalam kitabnya Fath al Baari telah menukil perkataan Ibnu al Arabi “Risywah atau suap-menyuap yaitu suatu harta yang diberikan untuk membeli kehor matan/kekuasaan bagi yang memilikinya guna menolong/melegalkan sesuatu yang sebenarnya tidak halal,” Larangan ini terdapat dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah [2 : 188]
وَلَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ وَتُدْلُوا۟ بِهَآ إِلَى ٱلْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا۟ فَرِيقًا مِّنْ أَمْوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim. Supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (sm)
Ditulis oleh :
Saiful Muslim selaku Manajer BMT AL Hijrah