Pembahasan tentang menabung jarang disampaikan oleh para penceramah-penceramah saat ini. Oleh karenanya, tidak sedikit yang menganggap bahwa ajaran Islam tidak mendorong umatnya untuk menabung. Mungkin hal ini karena ada pendapat bahwa dengan menabung seolah kita tidak percaya akan adanya rezeki dari Allah, serta merupakan sikap menimbun harta.
Namun anggapan tersebut perlu mendapat koreksi. Perhatikan hadis berikut ini:
“Allah memberi rahmat kepada seseorang yang berusaha dengan baik, membelanjakan secara sederhana, dan dapat menyisihkan kelebihan untuk menjaga saat dia miskin dan membutuhkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadis itu menyatakan bahwa orang yang menabung bukan hanya boleh, tapi juga akan mendapat rahmat dari Allah, SWT. Dengan demikian dalam ajaran Islam menabung adalah perbuatan mulia.
Perhatikan pula hadis berikut ini:
“Rasulullah menyimpan makanan untuk kebutuhan keluarga selama setahun.” (HR Bukhari no 2904 dan Muslim no 1757).
“Simpanlah sebahagian daripada harta kamu untuk kebaikan masa depan kamu, karena itu jauh lebih baik bagimu.” (HR. Bukhari).
“Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin,…” (HR Bukhari Muslim).
Dari hadis-hadis tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa menabung adalah salah satu ajaran Islam. Bahkan, di hadis terakhir menunjukkan bahwa meninggalkan harta kekayaan yang banyak bagi ahli waris kita tidak dilarang. Bahkan, disebutkan itu hal yang lebih baik. Hal tersebut akan memungkinkan manakala kita memiliki tabungan, sehingga ketika kita wafat masih ada yang kita tinggalkan untuk pewaris kita.
Menabung bukan cermin tidak tawakal. Justru sebaliknya. Karena tawakal bukan berarti kita pasrah kepada Allah tanpa berbuat apa-apa. Tawakal harus dimulai dengan upaya maksimal, setelah itu barulah kita berserah diri kepada Allah, SWT.
Perhatikan pula hadis berikut ini yang berkenaan dengan tawakal:
“Seseorang berkata kepada Nabi , Aku lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakkal?’ Nabi bersabda: ‘Ikatlah kemudian bertawakallah’.” (HR Imam Ibnu Hibban dan Hakim).
Dari hadis di atas disebutkan bahwa berserah diri kepada Allah, SWT harus dimulai dengan ikhtiar maksimal. Dalam hadis di atas, untanya haruslah diikat terlebih dahulu, baru setelah itu kita berserah diri kepada Allah, SWT. Menabung adalah upaya maksimal kita untuk menjaga kemungkinan akan adanya kebutuhan pada masa yang akan datang. Setelah menabung, barulah kita berserah diri (pasrah) kepada Allah, SWT.
Menabung bukanlah sikap tidak percaya akan adanya rezeki dari Allah, SWT. Menabung adalah sebuah proses pengelolaan (manajemen) yang baik atas rezeki Allah, SWT. Menabung adalah cermin dari sikap amanah kita akan rezeki yang diberikan oleh Allah, SWT.
Menabung bukan untuk menimbun harta. Dalam ajaran Islam, menabung adalah salah satu upaya berjaga-jaga, di samping juga sebagai bagian dari proses pengelolaan keuangan rumah tangga. Dengan menabung, artinya kita memiliki perspektif waktu jauh ke depan. Kita tidak melihat pengeluaran dalam kacamata jangka pendek saja, melainkan sudah membuat perkiraan apa-apa saja yang harus dikeluarkan pada masa mendatang, dan karenanya perlu dipersiapkan sejak sekarang.
Menabung adalah menyisihkan harta kita untuk mempersiapkan suatu pengeluaran penting pada masa mendatang, sehingga pada saatnya tiba telah tersedia dana yang memadai. Menabung adalah bagian dari pengendalian diri. Dengan menabung, artinya kita tidak terbawa hawa nafsu untuk memenuhi pemenuhan kepuasan sekarang atau jangka pendek, melainkan mengendalikan pemenuhan keinginan kita untuk dapat memenuhi kebutuhan masa yang akan datang yang jauh lebih penting.
Menabung bukanlah penghalang bagi seseorang untuk berinfak ataupun berzakat. Berzakat dan berinfaq adalah masalah keimanan bukan karena menabung atau tidak. Banyak yang tidak suka menabung atau boros, justru dia jarang berzakat atau berinfaq karena imannya kurang.
Orang yang imannya kuat dan terbiasa menabung maka ia akan mampu berzakat dengan baik dan berinfaq lebih banyak. Orang yang terbiasa menabung, berarti memiliki perencanaan keuangan yang baik. Bila demikian maka dana yang ia miliki akan lebih optimal, sehingga akan mampu menunaikan zakatnya dengan baik dan infaq-nya pun akan lebih besar, karena dananya terkelola dengan baik.
Yang perlu diperhatikan, kita tidak diperkenankan menyimpan uang tunai dalam jumlah besar dalam jangka waktu lama. Misalnya, di “bawah bantal”. Karena, menurut Imam al-Ghazali, hal itu sama artinya dengan memenjarakan fungsi uang. Menabung sebaiknya dilakukan di lembaga keuangan syariah. Di lembaga keuangan syariah, dana kita akan diproduktifkan dengan pola-pola pembiayaan syariah. Dengan demikian uang kita tetap produktif, dan dapat membantu saudara kita yang membutuhkan modal.