Pengelolaan keuangan rumah tangga sangatlah penting bagi pelaksanaan operasional rumah tangga. Mengelola keuangan tentunya bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, namun juga bukan hal yang sulit dan tidak terpecahkan. Mengelola keuangan rumah tangga memerlukan fokus dan ketelitian saja, tentu ditambah dengan kecerdikan dalam mengelolanya. Semakin lama keluarga berkembang, maka akan semakin banyak pula yang dihadapi oleh keluarga tersebut.
Seperti kebutuhan kesehatan, kebutuhan pendidikan anak, dan sebagainya. Keuangan ini pula tentunya yang dapat mempengaruhi terciptanya rumah tangga harmonis, sakinah, mawaddah, warahmah menurut Islam.
Hal ini dikarenakan tidak jarang konflik dalam keluarga muncul karena permasalahan ekonomi atau finansial di dalamnya.
Mari Intip Cara Mengelola Keuangan Keluarga Seperti Rasulullah!
1. Membuat Prioritas Keuangan Keluarga
Cara Rasulullah mengelola keuangan rumah tangga dimulai dari memahami apa kebutuhan keluarga mulai dari tabungan, tagihan rumah, listrik, telepon, biaya servis, kesehatan, dan sebagainya.
Tentu hal-hal tersebut harus dikelola dengan baik dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan bukan berlebih-lebihan menggunakannya.
Prioritas keuangan dalam islam adalah Zakat atau Sedekah, Tabungan, Utang, Belanja kebutuhan rumah tangga
2. Mengelola Keuangan dengan Hemat dan Sederhana
Rasulullah dan para sahabatnya meninggal dalam keadaan tidak meninggalkan warisan yang banyak atau harta yang berlimpah. Hidup sederhana bukan berarti miskin atau tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Hidup sederhana berarti kita membatasi diri untuk tidak hidup berlebihan, bergelimang harta dan kebahagiaan dunia. Apalagi jika dengan kelebihan harta yang dimiliki tersebut membuat manusia tidak mau berbagi dengan manusia yang lainnya.
3. Istri Boleh Membantu Keuangan Suami
Mengelola keuangan keluarga islami harus dilandasi prinsip keyakinan bahwa penentu dan pemberi rezeki adalah Allah dengan usaha yang diniati untuk memenuhi kebutuhan sehingga memiliki komitmen dan prioritas penghasilan halal yang membawa berkah.
Jika seorang suami tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangganya karena fakir, istri boleh membantu suaminya dengan cara bekerja atau berdagang.
Hal itu merupakan salah satu bentuk ta’awun ‘ala birri wat taqwa (saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan) yang dianjurkan Islam.
Selain itu, istri pun boleh memberikan zakat hartanya kepada suaminya yang fakir atau memberi pinjaman kepada suami apabila suami tidak termasuk fakir yang berhak menerima zakat.
4. Seimbang Antara Pendapatan dan Pengeluaran yang Bermanfaat
Istri tidak boleh membebani suami dengan beban kebutuhan dana di luar kemampuannya. Ia harus dapat mengatur pengeluaran rumah tangganya seefisien mungkin menurut skala prioritas sesuai dengan penghasilan dan pendapatan suami, tidak boros dan konsumtif.
Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja dan berusaha dengan baik. Islam juga menganjurkan agar hasil usahanya dikeluarkan untuk tujuan yang baik dan bermanfaat.
Keluarga muslim dalam mengelola pembelanjaan, harus berprinsip pada pola konsumsi islami yaitu berorientasi kepada kebutuhan (need) di samping manfaat (utility) sehingga hanya akan belanja apa yang dibutuhkan dan hanya akan membutuhkan apa yang bermanfaat.
5. Bersikap Pertengahan dalam Pembelanjaan
Islam mengajarkan sikap pertengahan dalam segala hal termasuk dalam manajemen pembelanjaan, yaitu tidak berlebihan dan tidak pula kikir atau terlalu ketat.
Sikap berlebihan adalah sikap hidup yang dapat merusak jiwa, harta dan masyarakat, sementara kikir adalah sikap hidup yang dapat menimbun, memonopoli dan menganggurkan harta.
Kedua pola ekstrim dalam konsumsi itu memiliki mendekati sifat mubadzir.
6. Membuat Tujuan Keuangan Keluarga
Dalam melakukan perencanaan keuangan rumah tangga sesuai islam, tentunya harus mengetahui dan menentukan tujuan-tujuan spesifik untuk dapat merencanakannya dengan baik. Tanpa mengetahui dan merencanakan tujuan, maka hal tersebut menjadi sia-sia.