Sistem perekonomian suatu negara pasti dipengaruhi oleh inflasi atau deflasi. Saat hal kedua hal ini terjadi, baik pemerintah maupun bank sentral harus segera memikirkan solusinya.
Biasanya, inflasi selalu dikaitkan dengan harga barang yang naik. Sebaliknya, deflasi adalah penurunan harga barang yang dijual oleh masyarakat. Peningkatan dan penurunan harga di pasar sangat ditentukan oleh kedua hal ini.
Apa sih arti inflasi dan deflasi? Untuk mengetahui lebih lanjut soal dua istilah ini, simak penjelasan berikut ini ya.
- Pengertian inflasi dan deflasi
Pada dasarnya, inflasi adalah kenaikan suatu harga barang yang terjadi secara terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang. Peningkatan ini didasari oleh suatu rasio jumlah uang yang akan dibayarkan atau dikeluarkan.
Jadi, semakin banyaknya uang yang beredar dalam waktu tersebut, semakin naik harga barang yang dijual. Namun, inflasi tidak hanya terjadi pada satu barang saja, melainkan secara menyeluruh.
Sementara deflasi adalah keadaan sebaliknya dari inflasi, yaitu penurunan harga barang yang terjadi pada periode tertentu dan terjadi dalam waktu yang lama. Saat hal ini terjadi, baik produsen maupun konsumen akan kesulitan mendapatkan keuntungan, kecuali harus menurunkan harga produknya.
Walaupun harga barang turun, rasio keuangan masyarakat juga rendah karena kurangnya uang yang beredar di masyarakat. Jadi, barang tersebut juga tidak akan terjual.
2. Penyebab inflasi dan deflasi
Baik inflasi maupun deflasi tentu disebabkan oleh banyak faktor. Untuk inflasi, dilansir dari laman resmi Kementerian Keuangan, ada enam faktor yang mempengaruhi terjadinya inflasi, yakni:
- Permintaan yang tinggi terhadap suatu barang atau jasa.
- Peningkatan biaya produksi.
- Bertambahnya uang yang beredar di masyarakat.
- Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran.
- Inflasi ekspektasi atau perilaku masyarakat yang seringkali memprediksi keadaan perekonomian.
- Kekacauan ekonomi dan politik seperti yang terjadi. Di Indonesia, misalnya saat kerusuhan 1998.
Sementara itu, deflasi terjadi karena 3 faktor, yakni:
- Perubahan struktural di pasar modal.
- Terlalu banyak barang yang sama yang diproduksi dalam satu waktu.
- Penurunan permintaan.
- Tiga hal ini yang mempengaruhi terjadinya kurangnya mata uang yang beredar di masyarakat.
3. Dampak inflasi dan deflasi
Ada penyebab tentu ada akibat dan efek yang ditimbulkan. Dampak yang ditimbulkan dari terjadinya inflasi adalah, apabila dilihat terjadinya kenaikan suatu barang, pastinya membawa dampak negatif, karena daya beli masyarakat ikut menurun. Bahkan jika tingkat inflasi tinggi, dapat menyebabkan pendapatan riil masyarakat terus menurun, sehingga standar hidup masyarakat ikut turun.
Namun, adanya inflasi yang sehat dengan kenaikan sekitar 2-3 persen juga dapat menghasilkan dampak yang positif, yakni, peningkatan upah dan profitabilitas perusahaan, juga mempertahankan aliran modal dalam ekonomi yang sedang tumbuh, seperti dilansir Accurate.
Lain halnya dengan deflasi, dampak yang dirasakan dari adanya penurunan harga barang ini adalah, memicu meningkatnya angka PHK yang secara langsung membuat pengangguran meningkat dan upah minimum akan ikut menurun.
Selain itu, karena daya beli masyarakat yang rendah dan produsen yang menjadi debitur dalam kondisi sulit, menimbulkan kredit macet di perbankan maupun lembaga keuangan lainnya karena kurangnya pendapatan produsen.
4. Cara mengatasi inflasi dan deflasi
Jika inflasi dan deflasi terjadi, tentunya lembaga terkait harus memikirkan solusi dari keadaan ini. Dilansir dari SNI Consulting, Rabu (2/12/2020) ada 4 kebijakan yang bisa diterapkan untuk mengatasi inflasi dan deflasi yang terjadi.
Pertama adalah kebijakan moneter kontraktif atau kebijakan moneter yang dapat digunakan untuk mengurangi jumlah mata uang yang beredar dan dapat mengatasi terjadinya inflasi.
Kedua, kebijakan moneter ekspansif, yang merupakan kebijakan untuk meningkatkan jumlah uang yang beredar. Dalam kata lain, kebijakan ini dapat mengatasi deflasi dan meningkatkan daya beli masyarakat dan mengurangi angka pengangguran.
Cara lainnya adalah menerapkan kebijakan fiskal kontraktif, yang bertujuan untuk mengurangi output perekonomian, dan terakhir menerapkan kebijakan fiskal ekspansif dengan tujuan agar perekonomian meningkat.