Toxic productivity sebenarnya adalah istilah lain untuk workaholic atau kecanduan kerja. Istilah tersebut untuk menggambarkan keinginan tidak sehat yang dimiliki seseorang untuk menjadi produktif setiap saat dengan segala cara. Orang yang mengalaminya merasa butuh untuk bekerja lebih keras, baik di tempat kerja maupun di rumah, bahkan ketika mereka sebenarnya tidak perlu melakukan hal itu. Setelah pengidap toxic productivity selesai melakukan suatu pekerjaan atau proyek, mereka mungkin akan merasa bersalah karena tidak mengerjakannya dengan lebih baik atau lebih banyak.
Memilih untuk melakukan hal-hal produktif dalam satu hari secara sekaligus ternyata bisa membuat kita mengalami burnout atau stres berat. Burnout atau stres berat menyerang seseorang karena terlalu bekerja sangat keras yang berujung mengancam kesehatan mental terutama di kalangan kawula muda dengan motivasi dan ambisi bahwa jika ingin sukses harus rajin bekerja. Tanda-tanda kita mengalami toxic productivity antara lain :
- Terobesesi untuk Produktif
- Sering Merasa bersalah saat berdiam diri
- Punya ekspektasu yang tidak realistis
- Tidak pernah puas
- Tidak bersahabat dengan kata istirahat
Mengatasi Toxic Productivity
Ada sejumlah cara untuk melakukan detoks atau melepaskan diri dari situasi toxic productivity. Tak terlalu sulit, namun membutuhkan perubahan pola pikir dan konsistensi. Beberpa caranya antara lain :
- Menyadari bahwa anda memiliki masalah
Langkah pertama untuk mengatasi toxic productivity adalah dengan menyadari bahwa kamu memiliki masalah yang perlu diperbaiki. Kenalilah tanda-tandanya, seperti apakah kamu sering merasa harus melakukan lebih banyak hal, dan merasa bersalah bila tidak melakukan sesuatu atau membuang-buang waktu. Bila kamu terus-menerus berusaha mengerjakan apa saja atau merasa bersalah, itu adalah toxic productivity. Tanda lainnya adalah merasa sangat kelelahan, bahkan ketika bangun di pagi hari. - Berilah jeda untuk beristirahat
Salah satu ciri toxic productivity adalah terus-menerus bertanya kepada diri sendiri, “Apa yang bisa saya kerjakan sekarang?”, bahkan pada saat akhir pekan. Menurut Milasas, pertanyaan tersebut harus diubah. Alih-alih mencari hal selanjutnya untuk dikerjakan, berilah diri sendiri waktu untuk beristirahat setelah selesai mengerjakan suatu proyek. Atau kamu bisa mencari hal lain yang lebih ringan untuk dikerjakan yang tidak menimbulkan stres. - Masukkan “perawatan diri” ke dalam daftar tugas
Usahakanlah untuk merawat diri kamu sendiri, dengan cara apa pun kamu ingin melakukannya. Kamu mungkin bisa berolahraga atau istirahat minum teh di sore hari, atau menonton TV sambil ngemil camilan favorit. Bagaimanapun cara kamu bersantai, jadikan hal itu sebagai prioritas yang harus dikerjakan sama seperti kamu mengerjakan proyek penting. - Ganti Toxic Productivity dengan Pemisahan Profesional
Bila kamu mengalami toxic productivity, kamu perlu belajar keterampilan “professional detachment”, istilah yang diungkapkan oleh Ruettimann dalam bukunya. Pemisahan profesional artinya kamu tetap berkomitmen pada pekerjaan kamu dan melakukannya dengan sebaik mungkin sambil memahami bahwa pekerjaan kamu bukan lah satu-satunya identitas kamu. Dengan begitu, kamu bisa bekerja keras, tetapi tidak terikat pada pekerjaan tersebut. - Lakukan cara yang efisien dan efektif
Work smart akan memberikan efek yang lebih baik daripada sekadar work hard. Mengutip dari laman Huffpost, seorang Konsultan SDM dan penulis buku, Laurie Ruettimann, merekomendasikan para pegawai untuk lebih efektif dan efisien dalam bekerja. Misalnya, jika ada hal yang bisa dibicarakan via email, maka hindari melakukan rapat lewat Zoom yang harus menyita waktu.
Itu dia ciri toxic productivity dan cara mengatasinya. Jika Anda merasa terjebak dalam kondisi tersebut dan kesulitan menanganinya, tak perlu ragu untuk minta bantuan kepada psikolog atau dokter.
Sumber :
https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3649491/ciri-ciri-orang-yang-terjebak-dalam-toxic-productivity
https://www.halodoc.com/artikel/awas-toxic-productivity-yang-rentan-terjadi-pada-pekerja
https://health.kompas.com/read/2021/10/13/050000468/tanda-anda-terjebak-toxic-productivity?page=all