Mengapa Hari Ibu Jatuh Pada 22 Desember ?

Perlawanan Patriarki


Penetapan Hari Ibu 22 Desember memiliki sejarah panjang. Dilansir dari buku berjudul “Merayakan Ibu Bangsa” yang ditulis I Gusti Agung Ayu Ratih dkk, hal yang dilawan pergerakan perempuan di Indonesia sejak akhir abad ke-19 hingga saat ini adalah tatanan patriarki dalam masyarakat tradisional. Tatanan tersebut menempatkan laki-laki sebagai pusat kehidupan sosial. Kaum perempuan kemudian ditindas atas nama hukum adat dan hukum agama di banyak budaya masyarakat tradisional nusantara.

Memasuki era kolonial, perempuan tak hanya dijajah feodalisme tetapi juga kolonialisme yang memelaratkan bangsa Indonesia. Melihat akan permasalahan tersebut, kaum wanita tak tinggal diam. Kemunculan sosok Kartini menjadi salah satu tanggapan paling awal terhadap kondisi perempuan Indonesia kala itu. Kemudian muncul Dewi Sartika yang berhasil menyelenggarakan pendidikan untuk perempuan melalui pembangunan sembilan sekolah.

Lebih banyak gerakan perempuan muncul pada awal abad ke-20. Gerakan-gerakan yang muncul berupa organisasi perempuan, aktivis, hingga koran perempuan. Gerakan-gerakan tersebut yang kemudian terus menggaungkan pemberontakan melawan kolonialisme.

Hari Ibu Tanggal 22 Desember: Kongres Perempuan Pertama


Dalam semangat dan keinginan untuk merdeka, Kongres Perempuan Pertama dilangsungkan pada 22-26 Desember tahun 1928. Kongres yang dihadiri oleh 30 perwakilan organisasi perempuan itu dilaksanakan tepat dua bulan setelah Kongres Pemuda Kedua. Bertempat di pendopo Dalem Djajadipoeran, Yogyakarta, inisiatif pelaksanaan kongres berasal dari 3 orang wanita yaitu:

Nyonya Soekonto dari Wanita Oetomo
Nyi Hadjar Dewantara dari Taman Siswa
Nona Soejatin dari Poetri Indonesia.
Kongres pertama tidak membicarakan tentang politik, tetapi berfokus pada permasalahan pendidikan dan perkawinan. Acara tersebut menghasilkan tiga tuntutan terhadap pemerintah kolonial, satu organisasi payung bernama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) dan seruan 22 Desember akan diperingati sebagai Hari Ibu nasional. Tiga tuntutan yang dihasilkan dalam Kongres untuk pemerintah kolonial yaitu:

Jumlah sekolah untuk perempuan harus ditingkatkan.
Perlu penjelasan resmi tentang arti taklik (janji perkawinan) yang diberikan kepada calon mempelai perempuan pada saat akad nikah.
Perlu dibuat peraturan yang menolong para janda serta anak yatim piatu dan pegawai sipil.

Hari Ibu Tanggal 22 Desember: Kongres Perempuan Kedua dan Ketiga


Pergerakan kaum perempuan tidak hanya berhenti pada Kongres Pertama. Pada 20-24 Juli 1935, Kongres Perempuan Kedua dilaksanakan di Jakarta. Pada Kongres tersebut dihasilkan beberapa hal seperti:

Pembentukan Badan Kongres Perempuan Indonesia.
Penetapan fungsi utama Perempuan Indonesia sebagai Ibu Bangsa yang berkewajiban menumbuhkan dan mendidik generasi baru yang lebih sadar dan tebal rasa kebangsaannya.
Selanjutnya, gerakan perempuan terus berlanjut hingga dilaksanakannya Kongres Perempuan Ketiga di Bandung tahun 1938. Kongres Perempuan Ketiga menyatakan bahwa tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu nasional.

Tentang Kan Jabung

Koperasi Agro Niaga Jabung (KAN Jabung Syariah Jawa Timur), sekarang memiliki ±2423 anggota aktif yang tergabung. Berlokasi di Jl. Suropati No.4-6, Ds. Kemantren, Kec. Jabung, Kab. Malang, Jawa Timur ini dinobatkan sebagai

Artikel Terbaru

Bersama KAN Jabung Syariah Jawa Timur, Berdaya Bersama. Siap Menjadi Wadah Hijrah dan Mimpi Semua Orang.

Gallery

Hubungi Kami

Jl. Suropati No. 4- 6 Ds. Kemantren, Kec. Jabung, Kab. Malang, Jawa Timur 65155

© 2020 Koperasi Produsen Agro Niaga Jabung Syariah Jawa Timur